Minggu, November 08, 2009

Keroncong Kemayoran Tetap Eksis

JAKARTA, MP - Asal muasal seni dan budaya Betawi memang tak luput dari pengaruh kebudayaan asing yang dibawa oleh pendatang. Di antaranya adalah pengaruh kebudayaan dari bangsa Eropa, Portugis, Belanda, Arab, dan Cina.

Misalnya lihat saja kesenian Keroncong, sebenarnya merupakan salah satu jenis seni musik asli Portugis yang telah lama berkembang di Betawi. Kesenian ini dibawa oleh bangsa Portugis pada tahun 1500-an atau lebih 5 abad yang lalu. Masuknya bangsa Portugis ke Asia khususnya Indonesia berdampak pada peleburan dua kebudayaan, yakni kebudayaan asli pribumi dengan kebudayaan Portugis.

Musik keroncong, sejak dibawa ke Indonesia, perubahan begitu signifikan. Tak disangka warga pribumi menyukai alunan musik baru tersebut. Namun sayangnya tak semua warga pribumi yang bisa memainkannya. Hanya warga Portugis dan pribumi kelas atas yang dapat menikmati alunan musik keroncong kala itu.

Keroncong dibawa ke Jakarta oleh bekas tawanan tentara portugis yang kalah perang dan menetap di daerah Tugu, Jakarta Utara. Di Tugu inilah kebudayaan Portugis berkembang pesat. Tak hanya kesenian Portugis berupa musik keroncong, tapi kepercayaan Kristen Katolik Portugis pun turut berkembang di daerah ini.

Dari musik keroncong Portugis inilah, pada abad ke-17, musik tersebut berkembang menjadi keroncong Tugu. Keroncong Tugu dimainkan oleh kalangan orang Portugis. Bahasanya pun menggunakan bahasa Portugis dengan lirik dan nada yang datar dan sedih. Orang Portugis mengidentikan lagu keroncong sebagai lagu kesedihan.

Ada letak diskriminasi atau jarak masyarakat Portugis kala itu dengan warga Pribumi dalam memainkan keroncong. Karena pada setiap permainannya, keroncong dilakukan di tengah masyarakat Portugis pada saat perayaan perkawinan, pesta ulang tahun, ataupun kelahiran warga dari Benua Eropa tersebut.

Kemudian pada 1900-an, musik keroncong telah memasyarakat dan dapat dinikmati serta dimainkan oleh orang Indonesia. Tak hanya itu, orang Belanda pun mulai tertarik dengan kesenian tersebut. Mereka memodernkan musik keroncong asal Tugu dengan irama musik Jazz Band, walaupun irama keroncongnya tetap ada dan lagu-lagunya juga lagu Indonesia.

Beberapa judul lagu keroncong pun mulai akrab di telinga masyarakat. Keroncong Kemayoran misalnya, yang telah banyak digemari orang. Alat musik ini pun mulai ditambah. Yang awalnya menggunakan Cuk atau ukel lele, bas betot, gitar dan biola, ditambah dengan gitar elektrik (melodi dan bass) serta seruling.

Judul Keroncong Kemayoran menjadi bukti berkembangnya musik keroncong di daerah Kemayoran. Banyak grup musik keroncong lahir di tanah kelahiran Benyamin Sueb ini. Sebut saja Orkes keroncong yang ada, yakni orkes keroncong Fajar, Sinar Betawi, Sejahtera atau grup keroncong Titian Kasih. "Karena terkenal grup ini sering mengisi setiap acara," kata Sugeng Aswari (61) sesepuh Kampung Utanpanjang.

Menurut Sugeng, sebagai orang Kemayoran, Benyamin Sueb membuktikan jika dirinya akrab dengan lagu keroncong. Beberapa lagu yang dinyanyikannya ada yang bernada keroncong antara lain Stambul Nona Manis, Keroncong Kompeni ataupun Blues Kejepit Pintu. "Dari kecil Benyamin akrab dengan musik ini karena dia orang Kemayoran," ungap Sugeng.

Hal senada diungkapkan Akmal Priyanto. Menurutnya, selain Benyamin, hal yang melekat pada diri Kemayoran adalah Keroncong. Akmal mengakui hal tersebut dikarenakan dirinya mulai mengenal musik keroncong lantaran sang ayah menjadi pimpinan grup musik keroncong Kemayoran pada tahun 1931. "Dari situ saya tahu musik keroncong," akunya.

Ditambahkan Akmal, saat ini keberadaan musik yang menjadi budaya asli Kemayoran itu mulai tak dikenali. Masuknya musik modern mulai menggusur keberadaan musik keroncong atau musik-musik lain yang menjadi budaya asli Betawi. Tak ada lagi yang memainkannya. "Mungkin anak muda mulai malu untuk memainkannya," kata Akmal.(red/*bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails