JAKARTA, MP - Untuk menekan tingginya kasus penyalahgunaan narkoba, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan BNN pusat menggelar program kompetisi dengan tema “Kampung Kite Bersih Narkoba”. Kegiatan ini semula digelar di tingkat kota dengan melibatkan total 2.659 RW. Namun setelah dilakukan penyisihan kini tinggal 20 RW yang mengikuti kompetisi di tingkat provinsi. Lomba tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan menghambat peredaran atau penyalahgunaan Narkoba di ibukota.
Program ini dilakukan karena saat ini DKI Jakarta menduduki urutan pertama dibanding provinsi lain dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Pada tahun 2008, angkanya mencapai 6.980.700 kasus, disusul kemudian Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 2.537.000 kasus, dan Maluku sebanyak 968.900 kasus.
Pemprov DKI Jakarta optimis dengan digelarnya program “Kampung Kite Bersih Narkoba” ini dapat menekan angka peredaran narkoba sebanyak 10 persen setiap tahunnya. Saat ini saja, angka penurunan 10 persen sudah terjadi yakni dari tahun 2008 sebanyak 6.980.700 kasus, tahun 2009 turun menjadi 6.282.630 kasus, atau penurunannya mencapai 698.070 (10 persen).
Prijanto, Wakil Gubernur DKI Jakarta yang juga Ketua Badan Narkotika Provinsi mengatakan, kegiatan “kampung kite bersih narkoba” ini berangkat dari keprihatinan yang mendalam terhadap kondisi Jakarta. "Ini adalah lomba antar rukun warga (RW) se-DKI Jakarta. Tujuannya untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan aman dari peredaran narkoba," ujarnya. Hakikatnya adalah, Pemprov DKI ingin memberdayakan masyarakatnya dalam memerangi narkoba dengan cara menggelar lomba tersebut.
Ia menceritakan, awalnya lomba digelar di setiap kotamadya dengan total peserta mencapai 2.659 RW. Setelah dilakukan seleksi tinggalah 80 RW di tiap wilayah. Kemudian di penyisihan berikutnya tinggal 4 RW di tiap kota yang akan tampil dalam lomba tingkat provinsi.
Lomba tersebut diawali dengan program sosialisasi pada tanggal 1-7 Oktober 2009, kemudian pemantapan program sejak 13-17 Oktober 2009. Setelah itu, dalam waktu 1 bulan akan dilakukan penilaian yakni sejak 17 Oktober hingga 17 November 2009. Sepanjang proses penilaian, 20 RW terpilih itu akan melakukan program-programnya hingga 10 Desember. Sehingga pada tanggal 11-17 Desember dilakukan penilaian final dan pengumumannya akan dilakukan pada 22 Desember mendatang.
Kepala Pusat Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN), Anang Iskandar, menargetkan, secara nasional angka penyalahgunaan narkoba akan diturunkan sebanyak 10 persen setiap tahunnya. Sehingga pada tahun 2015 Indonesia dapat bebas dari narkoba. “Target ini juga menjadi target setiap provinsi di Indonesia, termasuk DKI Jakarta,” ujarnya.
Sejauh ini Provinsi DKI Jakarta masih menduduki ranking pertama dalam kasus pemakaian narkoba. Namun di tahun 2009, BNN belum bisa memastikan Jakarta masuk peringkat ke berapa. “Karena datanya baru terkumpul akhir tahun ini. Tapi mudah-mudahan dengan gerakan gencar antinarkoba di kampung-kampung, peringkatnya bisa menurun,” lanjut Anang.
Sejauh ini, untuk mengatasi peredaran narkoba, BNN pusat memiliki tiga pilar kebijakan yakni penindakan, pencegahan, dan rehabilitasi. Langkah penindakan dilakukan bekerja sama dengan aparat kepolisian dengan cara menangkap para pemakai, pengedar, dan bandar narkoga. Kemudian dalam pencegahan, BNN bekerja sama dengan Badan Narkotika Provinsi (BNP) untuk turun ke lapangan hingga ke tingkat rukun warga (RW). Tujuannya untuk menstimulasi masyarakat menjadi pelaku pencegahan penyebarluasan penyalahgunaan narkoba.
Misalnya pada pertengahan tahun 2009, pencegahan yang dilakukan BNN adalah melakukan program Community Development (Comdev) di Kampung Permata yang dikenal dengan Kampung Ambon, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Anang mengungkap kawasan tersebut terkenal dengan jumlah pemakai dan kasus peredaran narkoba tertinggi di Jakarta.
Berdasarkan pengalaman di wilayah itu, BNN pun melakukan program Comdev yaitu tidak melakukan tindakan pemberantasan dengan penangkapan, melainkan dengan peningkatan kualitas manusianya. Yakni dengan mendirikan Karang Taruna, sekolah seni, grup musik bahkan melibatkan Universitas Indonesia untuk melakukan penelitian tentang kesejahteraan masyarakat setempat.
Sedangkan langkah rehabilitasi, BNN mempunyai satu pusat terapi rehabilitasi narkoba di Lido, Bogor, Jawa Barat. Daya tampung pusat terapi rehabilitasi ini sebenarnya mencapai 500 orang. Namun, tahun ini BNN hanya memberikan daya tampung sebenar 300 orang saja. “Semuanya gratis. Mulai penginapan, makanan, terapi juga biaya transportasi ke Lido. Kami bayarkan ongkos pesawat bagi yang tinggal di luar daerah,” jelasnya.
Untuk menangani jutaan orang penyalahgunaan narkoba, tidak cukup satu pusat rehabilitasi di Indonesia. Untuk itu, BNN mendorong lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat untuk membangun pusat terapi rehabilitasi sendiri. Bahkan, tahun depan, setiap BNP di 33 Provinsi akan didorong untuk mempunyai tempat terapi rehabilitasi tingkat provinsi. (cok)
Rabu, November 25, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar