Minggu, September 27, 2009

Pembebasan Lahan KBT Sudah 60,79 Persen

JAKARTA, MP - Tekad Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercepat pembangunan banjir kanal timur (KBT) terus diwujudkan. Mulai dari penyediaan lahan, pembebasan lahan, hingga pengerjaan fisik. Jika pembangunan KBT ini sudah selesai diharapkan mampu mengurangi dampak banjir di ibu kota. Sebab, pembangunan KBT telah melalui kajian teknis yang mengacu pada masterplan for drainage and flood control of Jakarta (NEDECO) tahun 1973.

Pembangunan KBT diperlukan biaya Rp 5,615 triliun, yakni pembebasan tanah Rp 3,095 triliun dan pembangunan fisik Rp 2,52 triliun. Pembebasan lahan KBT seluas 408,89 hektar merupakan tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta. Sedangkan pembangunan fisiknya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Namun demikian, mulai tahun 2007 pemerintah pusat membantu Pemprov DKI Jakarta untuk pembebasan lahan. Pada tahun 2007, pemerintah pusat mengalokasikan Rp 82,337 miliar dan tahun 2008 mengalokasikan Rp 202,325 miliar. Sedangkan, untuk pembebasan lahan tahun 2001-2008, Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan biaya Rp 2,051 triliun untuk pembebasan 408,89 hektar atau 4.263 bidang tanah. Sedangkan pada tahun 2009, pembebasan lahan dianggarkan Rp 750 miliar, yakni Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan Rp 350 miliar dan pemerintah pusat Rp 400 miliar.

Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 500 miliar untuk pembebasan lahan trase kering. Sedangkan Rp 250 miliar untuk pembebasan lahan trase basah. Hingga Agustus 2009, dana yang terserap mencapai 45 persen atau sekitar Rp 300 miliar. Dengan pencapaian ini, pembebasan lahan sejak tahun 2001 hingga September 2009 mencapai 60,79 persen atau sudah terealisasi 254,3 hektar dari total kebutuhan 408,89 hektar. Rinciannya, untuk trase basah, dari target 257,02 hektar, sudah terealisasi 205,428 hektar atau 79,93 persen. Sedangkan trase kering, dari target seluas 151,87 hektar, yang sudah terealisasi seluas 48,887 hektar atau 32,19 persen.

"Tahun ini kami terus melakukan pembebasan lahan basah. Sehingga pada tahun depan sudah bisa dikerjakan pembangunan fisiknya," kata Budi Widiantoro, Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Minggu (27/9).
Sementara untuk lahan kering, dia pesimis dapat diselesaikan tahun ini dikarenakan kemajuannya agak lambat yaitu baru mencapai 32,19 persen. Karenanya pembebasan akan dituntaskan tahun 2010 seiring dengan pembangunan fisik KBT.

Dengan pencapaian tersebut, kata Budi, sisa lahan yang belum dibebaskan mencapai 479 bidang tanah. Namun jumlah itu sudah hampir terpenuhi tahun ini. Bidang tanah tersebut, terdiri atas 42 bidang tanah merupakan tanah milik negara, 116 bidang tanah merupakan lahan fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasos fasum), dan 321 bidang tanah milik warga.

Dan dari 321 bidang tanah milik warga yang harus dibebaskan tersebut, sebanyak 257 bidang tanah diantaranya sudah dibayar, 63 dikonsinyasi, dan satu bidang lagi masih dalam negosiasi. Sebab, pemilik minta tanah yang berada di luar koridor KBT juga dibayar.

Perkembangan yang cukup baik terbukti pada pengadaan tanah untuk KBT lahan basah di Kelurahan Cipinangmuara tinggal 10 bangunan yang belum dibayarkan ganti ruginya, yakni 4 bangunan sedang dikonsinyasi dan 6 bangunan belum dapat dibayar karena berada di atas tanah negara. Saat ini enam bangunan itu sedang dalam proses pemberkasan dan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) Jakarta Timur sedang mengkaji nilai ganti rugi tanah garapan.

Kemudian di Kelurahan Pondokbambu, pembayaran ganti rugi di atas tanah sengketa telah diselesaikan 1 bangunan melalui konsinyasi. Sedangkan proses pembayaran ganti rugi bangunan di atas tanah fasos/fasum yaitu satu bangunan milik PT Inti Utama Darma telah siap dibayarkan ganti ruginya. Di Kelurahan Durensawit hanya ada satu tanah dan bangunan yang direncanakan pembayaran ganti ruginya melalui konsinyasi. Di Kelurahan Pondokkelapa terdapat 48 bangunan di atas fasos/fasum Yayasan Bhumyamca.

Di Kelurahan Malakasari, dari 96 bangunan yang dikonsinyasi yang sudah dibayarkan 48 bangunan. Kemudian pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan di atas tanah Perumnas, dari total 23 bangunan di 23 bidang tanah, yang terealisasi 17 bangunan di 21 bidang tanah. Sedangkan sisanya, 6 bangunan di 2 bidang tanah masih dalam proses pemberkasan. Sementara progres pembayaran ganti rugi bangunan di atas tanah fasos/fasum, dari total 21 bangunan, yang baru terealisasi 4 bangunan, sedangkan sisanya 17 bangunan masih dalam proses pemberkasan.

Di Kelurahan Malakajaya, 24 bangunan di atas tanah sengketa telah dibayarkan melalui konsinyasi. Di Kelurahan Pondokkopi, dari 97 bangunan yang dikonsinyasi, yang sudah dibayar baru 60 bangunan. Sedangkan sisanya 37 bangunan, yaitu 13 diantaranya sedang dalam proses penelitian berkas dan 24 bangunan masih dalam pengumpulan berkas. Di kelurahan ini juga ada bangunan yang berdiri di atas lahan Perumnas, yakni sebanyak 33 bangunan di atas 19 bidang tanah.

Dari jumlah itu, yang sudah dibebaskan baru 6 bidang tanah dan 5 bangunan. Sisanya, 13 bangunan dan 28 bangunan masih dalam pemberkasan. Sedangkan pemindahan lahan makam sebanyak 587 unit masih menunggu SK Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman berkaitan dengan nilai ganti ruginya.

Kemudian perkembangan ganti rugi bangunan di atas tanah fasos/fasum di Kelurahan Pulogebang hanya satu bangunan saja, yaitu Pesantren Rahmatusyfa yang berdiri di atas fasos/fasum PT Apha Austinit. Saat ini prosesnya sudah memasuki tahap penelitian berkas. Sedangkan pembayaran ganti rugi bangunan di atas tanah negara sebanyak 32 bangunan telah selesai dilakukan pada Agustus lalu. Selanjutnya di Kelurahan Ujung Menteng, pembayaran ganti rugi bangunan di atas tanah sengketa melalui konsinyasi sebanyak 54 bangunan juga telah selesai dibayarkan pada Agustus lalu.

Kendala yang dihadapi dalam pembebasan tanah, Budi menjelaskan, adanya sengketa kepemilikan dan surat tanah ganda, lalu tanah fasos/fasum yang sudah diserahkan pengembang ke Pemprov DKI ternyata masih dikuasai atau ditempati oleh masyarakat. Serta adanya ketidaksetujuan masyarakat terhadap hasil inventarisasi dari P2T sehingga perlu pengukuran ulang.
"Hal ini memperlambat proses ganti rugi. Tapi kami terus mencari solusi yang terbaik," tegasnya.

Untuk mempercepat proses pembebasan lahan KBT, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) rekomendasikan Pemprov DKI Jakarta untuk membayar ganti rugi lahan milik tiga instansi, yaitu PT Bhumiyamca, PT Alpha Austinit dan Diskum TNI AD.

Sedangkan lahan milik PT Naga Mas Raya masih harus dikaji lebih mendalam. Meski rekomendasi sudah diberikan, namun Pemprov DKI tidak bisa melakukan pembayaran begitu saja sebelum melakukan evaluasi atau kelaikan untuk melakukan pembayaran. Misalnya, lahan milik Diskum TNI AD dengan luas sekitar 6.853 meter persegi diperkirakan belum bisa dibebaskan. Sebab, dalam kepemilikan sertfikat tanah itu, terdapat beberapa kelemahan administrasi.

Kemudian, lahan milik PT Bhumyamca akan dihitung kembali berapa kewajiban yang harus dibayar. Sebab, lahan itu dikelola oleh beberapa anak perusahaan mereka yang ototmatis memiliki beberapa SIPPT. Sedangkan untuk PT Alpha Austinit yang saat ini kepemilikannya sudah dikuasai oleh yayasan Rahmatusfhifa akan dibayar bangunannya saja, sedangkan tanahnya dianggap sebagai kewajiban fasos fasum pengembang. Tak hanya itu, sejauh ini Pemprov DKI Jakarta juga belum bisa memastikan berapa anggaran yang harus dikeluarkan.

Sementara itu, kemajuan pembebasan lahan di Jakarta Utara secara keseluruhan untuk trase basah dan kering dalam persentasinya sudah mencapai 70 persen. Dari target 191 bidang lahan kering terdiri dari 22 bidang fasos/fasum dan 169 bidang masih dalam proses administrasi. Lahan yang masih dalam proses administrasi itu meliputi 6 bidang sudah dibayar, satu siap bayar, 18 bidang dikonsinyasi yakni Kelurahan Marunda 15 bidang dan Kelurahan Rorotan tiga bidang.

Secara terpisah, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Muhayat mengungkapkan, saat ini anggaran pembebasan KBT yang dititipkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sudah tidak ada masalah. Sebab, khusus dana titipan untuk pembebasan KBT sebesar Rp 17 miliar mendapat dispensasi dari pemerintah pusat.

Sehingga, ganti rugi terhadap lahan-lahan KBT sudah bisa dibayarkan sesuai kebutuhan. “Dana sudah bisa dicairkan kapan saja sesuai kebutuhan. Tapi tidak bisa dicairkan semuanya sebesar Rp 17 miliar, melainkan dicairkan sesuai yang harus dibayarkan. Dan itu hanya terhadap lahan konsinyasi yang sudah ada ketetapan dari pengadilan. Jadi pada prinsipnya tidak ada masalah dalam proses pembebasan lahan secara konsinyasi ini,” tandas Muhayat. (red/*bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails