JAKARTA, MP - Kawasan Menteng, Jakarta Pusat merupakan kawasan konservasi cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-Undang (UU). Sayangnya, masih saja ada pemilik bangunan di Menteng yang melakukan pemugaran tanpa mengindahkan peraturan tersebut. Misalnya pemilik bangunan di Jl Teuku Umar No 40-42 Menteng yang menambah struktur bangunan baru dan menimbulkan polemik berkepanjangan. Agar kasus ini tak terulang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah membuat Pedoman Pemugaran Bangunan Cagar Budaya di Kawasan menteng.
Sesuai UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya SK Gubernur Kepala Daerah Nomor D/IV/6098/d/33/1975 jo Perda Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Bangunan Cagar Budaya, maka setiap pemilik bangunan tidak boleh mengubah karakter aslinya. Namun sayangnya, cukup banyak penghuni atau pemilik rumah di kawasan tersebut melakukan pemugaran dengan mengabaikan karakteristik asli rumah atau bangunan cagar budaya di kawasan tersebut.
Makanya, ke depan dibuat pedoman dalam melakukan pemugaran di kawasan Menteng. Pedoman tersebut kini dalam tahap finalisasi atau sudah mencakup 90 persen pendataan rumah atau bangunan di Menteng. Untuk melestarikan cagar budaya Menteng, Pemprov DKI tak main-main karena dibuat berdasarkan penelitian Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI untuk membuat pedoman pemugaran bangunan Menteng berbasis rumah per rumah. Pendataan dan penelitian telah dilaksanakan selama tiga tahun.
Pedoman itu memuat panduan untuk memugar bangunan sekitar 3.000 rumah yang dibagi dalam tujuh jalan protokol di kawasan Menteng. Ketujuh protokol itu yaitu Jl Teuku Umar, Jl Imam Bonjol, Jl Sutan Sjahrir, Jl HOS Cokroaminoto, Jl Cik di Tiro, Jl Pangeran Diponegoro dan Jl Muhammad Yamin. Sehingga ke depan, setiap rumah di kawasan tersebut akan mempunyai pedoman sampai sejaumana pemugaran dapat dilakukan. Pedoman itu juga bisa diakses secara umum di http://menteng-dppb.jakarta.go.id.
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengatakan, pemugaran bangunan rumah di kawasan Menteng tanpa memperhatikan karakter asli karena sudah banyak dihuni oleh pemilik baru. Menurutnya, banyak bangunan di Kawasan Menteng sudah beralih pemilik karena tekanan ekonomi yang begitu tinggi, mulai dari harga tanah terus naik hingga nilai pajak bumi bangunan (PBB) begitu tinggi. Sementara kebanyakan pemilik lama merupakan pensiunan sehingga mereka tidak sanggup untuk mempertahankan bangunan tersebut.
"Akhirnya mereka terpaksa melepas rumahnya itu," kata Fauzi Bowo di Balaikota DKI, Jakarta. Sayangnya, pemilik baru cenderung memugar bangunan rumah dengan gaya yang paling mutakhir, modern, dan lifestyle. Padahal kawasan Menteng merupakan kawasan konservasi cagar budaya yang memiliki unsur heritage tinggi.
Untuk tetap menjaga nilai sejarah bangunan di Menteng, Fauzi menjelaskan Pemprov DKI melalui Dinas P2B DKI dengan IAI sudah mempunyai pedoman pemugaran bangunan berbasis rumah per rumah.
"Jadi setiap rumah ada guidelines-nya. Kalau sekarangkan cuma kelas A, B, dan C. Nanti setiap bangunan ada guidelines-nya untuk menentukan maksimal boleh dibongkar seperti apa dan bagian yang tak boleh dibongkar. Pemugaran harus disesuaikan dengan lingkungan," ujarnya. Pedoman itu, sudah mulai dikerjakan dan sudah ada guidelines-nya tetapi belum rampung semuanya.
Sementara itu, Ketua Umum IAI Budi Sukada menjelaskan banyak penghuni baru tidak tahu status Menteng dan mereka membawa gaya hidup baru yang belum tentu cocok diterapkan di kawasan tersebut. Tidak hanya itu, banyak warga Menteng yang belum tahu di kawasan itu sudah ada panduan dan website yang bisa diakses langsung.
“Memang sosialisasinya belum, karena gubernur ingin pedoman ini dilakukan dengan sangat hati-hati, tidak boleh ada kesalahan, karena di Menteng banyak orang penting yang tinggal di sana. Disamping itu, kawasan itu merupakan bagian dari sejarah kota Jakarta. Karena itu jangan sampai menyinggung perasaan orang dan juga jangan sampai menyulitkan pembangunan di Jakarta,” kata Budi Sukada di Jakarta.
Budi menerangkan panduannya disusun sangat normatif dan tidak begitu banyak ditail sehingga mudah dipahami. Untuk membuat pedoman itu, IAI dan P2B DKI melakukan peninjauan dan penelitian bangunan satu per satu kemudian dilacak bentuk aslinya seperti apa. Jika kondisi bangunan masih seperti aslinya, maka pedoman untuk pemugaran tidak boleh melenceng dari bangunan aslinya. Sedangkan untuk membuat bangunan tambahan harus disesuaikan dengan karakter aslinya. Jika kondisi bangunannya sudah berubah, maka untuk pemugaran baru harus dikembalikan ke bentuk asli.
Namun semua pedoman itu, menurut Budi, acuannya tidak mempertahankan bangunan cagar budaya di Menteng, melainkan hanya untuk mengendalikan pemugaran yang terkesan asal-asalan. Mengapa demikian, karena lingkungan di sana akan berubah terus dan kalau dipertahankan dikhawatirkan tidak ada yang mau tinggal di sana. “Prinsipnya Menteng pasti akan berubah, tapi kita harus mengendalikan perubahannya. Tetap mengikuti peraturan perundang-undangan,” jelasnya.
Sedangkan Kepala Dinas P2B DKI, Hari Sasongko, menegaskan, pembongkaran harus disesuaikan dengan pedoman. Jika penyusunan sudah selesai maka akan diserahkan ke Gubernur DKI untuk ditandatangani. “Kami harapkan tahun ini sudah selesai. Karena sulit sekali melakukan penelitiannya,” kata Hari. Setelah pedoman ditandatangani, maka langsung disosialisasikan melalui website kepada para pemilik rumah di Menteng. “Sekali lagi pedoman ini dibuat dengan tujuan agar tidak lagi terjadi pembongkaran asal-asalan oleh pemilik rumah,” tandasnya. (mp/*b)
Minggu, Juli 12, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar