Kamis, Februari 11, 2010

Pedagang Ayam Tuntut Revisi Perda Nomor 4/2007

JAKARTA, MP - Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk merelokasi seluruh rumah pemotongan dan penampungan ayam (RPA) liar ke lima RPA resmi, nampaknya mendapat reaksi keras dari para pedagang ayam. Sebagai bentuk penolakannya, sekitar 50 pedagang ayam yang tergabung dalam Organisasi Masyarakat Pemerhati Ketahanan Pangan (Maperta), menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD DKI, Kamis (11/2).

Dalam aksinya, mereka juga meminta agar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas segera direvisi karena dinilai akan mematikan usaha pedagang ayam.

Koordinator aksi Maperta, Hendra Siahaan, mengatakan jika benar relokasi dilakukan agar Jakarta bebas unggas pada April 2010 maka tindakan tersebut hanya akan mematikan usaha atau industri para pedagang ayam. “Mengapa demikian, karena nanti yang dijual pedagang ayam yaitu ayam beku yang tidak segar lagi,” kata Hendra Siahaan di DPRD DKI Jakarta, Kamis (11/2).

Tak hanya itu, umumnya warga Jakarta lebih sering memilih membeli ayam hidup dan langsung dipotong di tempat karena mengetahui cara pemotongannya yang halal dan kondisi daging yang dipastikan segar. Namun dengan dijualnya daging beku oleh pedagang ayam di pasar-pasar tradisional, dikhawatirkan akan membuat pelanggan mereka hilang. Sebab pelanggan akan beralih dengan membeli daging ayam beku di pasar modern yang lebih nyaman dan bersih.

Tindakan relokasi itu juga akan mematikan 1.200 pangkalan pemotongan dan pemeliharaan ayam hidup serta sekitar 61 ribu pedagang ayam di seluruh Jakarta. Padahal kapasitas pemotongan dari pangkalan ini yakni memotong sekitar 600 ribu ekor ayam per hari. Relokasi ini juga akan membuka peluang masuknya daging ayam impor yang harganya jauh lebih murah daripada ayam lokal.

Karenanya, Maperta menuntut Pemprov DKI untuk mencabut atau merevisi Perda Nomor 4 Tahun 2007 dan menutup rumah pemotongan ayam (RPA) Ekadharma di Jakarta Barat karena itu milik swasta.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta, M Sanusi saat menerima beberapa perwakilan demonstran mengatakan, pembuatan dan pembahasan perda harus melibatkan stakeholder serta disosialisasikan kepada masyarakat. Aksi penolakan terhadap Perda Nomor 4/2007 ini menunjukkan bahwa stake holder tidak dilibatkan dalam pembuatan perda.

Ia menyatakan, para pedagang ayam bukannya tidak mau taat aturan, melainkan mereka ingin dibina agar usahanya tidak gulung tikar. Untuk itu, Sanusi meminta para pedagang ayam mendata pasal-pasal mana saja dari perda tersebut yang dinilai janggal. Nantinya Fraksi Gerindra akan melayangkan surat kepada gubernur DKI Jakarta pada Senin (15/2) mendatang.

“Fraksi Gerindra juga meminta agar Pemprov DKI menunda implemetasi perda tersebut karena masih ada penolakan masyarakat. Tetapi bukan berarti meniadakan perda itu. Selain itu, kita akan berinisiatif mengajukan evaluasi perda ini kepada Balegda (badan legislasi daerah) DPRD DKI,” jelasnya.

Sedangkan Andyka, anggota Komisi B DPRD DKI menyatakan, akan melihat apakah perda ini termasuk dari 22 legislasi yang akan dibahas DPRD DKI sepanjang tahun 2009 ini. Kalau tidak, Gerindra akan berinisiatif untuk mengajukan revisi Perda No. 4/2007.

Kepala Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta, Edy Setiarto menegaskan, rencana relokasi ini dilakukan karena adanya isu flu burung, penggunaan formalin pada daging dan ayam tiren yang menimpa pada pedagang ayam di Jakarta. Isu ini mengakibatkan terjadinya kegoncangan harga daging ayam yaitu penurunan harga, akibatnya peternak ayam merasa dirugikan. Untuk menyudahi isu tersebut agar tidak meluas, Pemprov DKI mencarikan solusinya.

“Solusinya ayam harus dipotong di bawah pengawasan yang benar. Sebab di Jakarta ada sebanyak 1.500 tempat pemotongan ayam yang berlokasi di pemukiman kumuh dengan potensi adanya gangguan lingkungan, kotor dan air yang tidak bersih serta isu kehalalan. Sehingga kita coba koordinasikan pemotongan di lima lokasi RPA tersebut,” jelas Edy.

Edy juga membantah relokasi itu akan mematikan industri dan bisnis ayam lokal. Justeru dengan adanya relokasi pemotongan ayam, isu-isu yang bisa mengakibatkan penurunan harga jual daging ayam bisa dihindari karena dijamin kualitas dagingnya. Akibatnya harga jual tetap stabil dan usaha pedagang serta peternak ayam bisa bertahan. Bahkan di lima RPA tersebut akan ditempatkan dokter hewan untuk memeriksa dan melakukan pengawasan hewan secara intensif. Sehingga dapat dipastikan bahwa daging ayam yang keluar, terhindar dari flu burung, bukan ayam tiren, halal dan tidak mengandung formalin.

Sekadar diketahui, ke lima RPA resmi itu masing-masing adalah, RPA Rawakepiting di Kawasan Industri Pulogadung, RPA Pulogadung di Jl Palad dan RPA Cakung di Jl Penggilingan (Jakarta Timur). Kemudian RPA Kebun Bibit, di Petukanganutara, Jakarta Selatan dan RPA Ekadharma di Jl Ekadharma, Srengseng, Jakarta Barat. Dari lima RPA itu, saat ini baru RPA Rawa Kepiting yang sudah benar-benar siap. Sedangkan sisanya secara bertahap masih dipersiapkan untuk menampung ayam-ayam hidup. “Selama empat lokasi belum siap, pedagang diusahakan secara bertahap sampai akhir 2010 mau merelokasikan ayam-ayamnya,” imbaunya.

Sedangkan untuk RPA milik swasta yaitu RPA Ekadharma, Edy mengungkapkan, RPA ini berada di bawah pengawasan Dinas Kelautan, Perikanan dan Ketahanan Pangan DKI. Tempat ini sudah memenuhi standar pemotongan seperti pengolahan air limbah dan lokasinya jauh dari pemukiman penduduk. Hanya saja tarif daging ayam yang dijual cukup tinggi, ini yang memberatkan warga. “Soal harga akan kita kompromikan kepada RPA Ekadharma. Tapi saya pastikan daging ayamnya bebas formalin, karena setelah dipotong langsung dimasukkan ke lemari pendingin,” tandasnya. (red/*bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails