Kamis, Februari 11, 2010

Jumlah Penduduk Miskin di DKI Turun

JAKARTA, MP - Upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengurangi jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan) membuahkan hasil. Hal tersebut tercermin dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada periode Januari-Maret 2009 sebesar 323,17 ribu jiwa. Jumlah ini menurun 0,67 persen dibanding periode yang sama tahun 2008 yang mencapai 379,6 ribu orang.

Turunnya jumlah penduduk miskin di ibu kota dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya, adanya deflasi atau penurunan harga-harga secara umum dan nilai uang yang bertambah. Kemudian meningkatnya Upah Minimum Provinsi (UMP) dari Rp 972.645 di tahun 2008 menjadi Rp 1.069.865 pada 2009. Faktor lainya adalah ketepatan dalam pembagian raskin kepada rumah tangga miskin di DKI.

"Jumlah penduduk miskin di DKI mengalami penurunan dibanding 2008 lalu," kata Sri Santo Budi Muliatinah, Kepala Bidang Statistik Sosial, BPS Provinsi DKI Jakarta, Kamis (11/2).

Masalah kemiskinan bukan hanya sekadar persoalan jumlah dan persentase penduduk miskin saja. Akan tetapi, ada dimensi lain yang perlu diperhatikan yakni tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Untuk indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di DKI Jakarta, sejauh ini cenderung mengalami penurunan. Misalnya, indeks kedalaman kemiskinan turun dari 0,72 pada 2008 menjadi 0,57 pada 2009. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan turun dari 0,19 pada 2008 menjadi 0,14 pada 2009.

"Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan. Ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin mengecil," ujar Sri Santo. Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan. Sebab penduduk miskin masuk dalam kategori penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Dalam satu tahun terakhir, tepatnya periode Maret 2008-Maret 2009, garis kemiskinan naik sebesar 9,19 persen. Yaitu dari Rp 290.268 per kapita per bulan pada maret 2008 menjadi Rp 316.936 per kapita per bulan pada Maret 2009. Dengan memperhatikan komponen garis kemiskinan, yang terdiri dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan, terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar dibandingkan peranan komoditi non makanan. Komposisi garis kemiskinan menunjukkan, garis kemiskinan makanan sebesar Rp 204.248 atau 64,44 persen dan garis kemiskinan non makanan sebesar Rp 112.688 atau 35,56 persen. "Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan," ungkapnya.

Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan adalah beras, telur, dan mie instan. Kemudian komoditi non makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis kemiskinan adalah biaya perumahan dan angkutan. Komoditi beras menyumbang 25,6 persen, telur menyumbang 6,4 persen, mie instan menyumbang 5,5 persen, tahu menyumbang 3,1 persen, tempe meyumbang 3,9 persen, dan gula pasir meyumbang 3 persen. Untuk komoditi non makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap garis kemiskinan non makanan yaitu 33,4 persen. Kemudian biaya angkutan 17,6 persen, listrik 8,9 persen dan minyak tanah 1,2 persen. (red/*bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails