Sabtu, Januari 23, 2010

Proyek MRT Tahap III Butuh Sharing Dana

JAKARTA, MP - Jika desain dasar Mass Rapid Transit (MRT) tahap I (Lebak Bulus-Dukuh Atas) sudah ada pemenang tendernya dan studi kelayakan MRT tahap II (Dukuh Atas-Harmoni) telah selesai, Pemprov DKI Jakarta akan melanjutkan studi kelayakan MRT tahap III (Balaraja-Cikarang). Diharapkan pembiayaan MRT tahap II yang menelan biaya sebesar Rp 33 triliun ini dapat dipenuhi dalam bentuk sharing dana antara Pemprov DKI dengan Pemerintah Pusat.

Sistem pembiayaan tersebut juga sesuai dengan pendanaan MRT tahap I senilai Rp 144 miliar yen yang diperoleh dari pinjaman Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dengan tanggung jawab sharing antara Pemprov DKI dan Departemen Keuangan.

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengatakan permintaan dana sharing pembangunan MRT tahap III ini karena tidak mungkin pembiayaan keseluruhan diambil dari APBD DKI saja. Sebab, total APBD DKI Jakarta selalu berkisar pada nominal Rp 20 triliunan. Seperti pada tahun 2010 saja, anggarannya hanya Rp 24,67 triliun. “Skema pembiayaan itu seharusnya dengan sistem sharing seperti MRT tahap I,” kata Fauzi Bowo,Sabtu (23/1).

Sebenarnya, gubernur belum mengetahui secara pasti perkiraan pembiayaan proyek sepanjang 87,6 kilometer itu. Menurutnya, nominal Rp 33 triliun dikeluarkan dari Departemen Perhubungan. Namun, jika dilihat pada referensi jarak antara Balaraja-Cikarang dan biaya yang dikeluarkan, maka memakan dana yang lebih besar dibandingkan dua rute sebelumnya yang jaraknya hanya 27,2 kilometer. “Bisa saja sama, bisa saja lebih besar. Nanti akan dihitung lebih lanjut,” ujarnya.

Sharing dana itu merupakan pola lama, yakni pembiayaan berasal dari kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam pola tersebut kontribusi pemerintah pusat lebih tinggi. Pola ini merupakan langkah paling tepat dan bisa diterima semua pihak. Karenanya ia berharap pola ini bisa diterapkan untuk semua jaring MRT nantinya.

Selain meminta bantuan dana pada pemerintah pusat, Pemprov DKI juga akan mencari sumber pendanaan dengan sistem pinjaman jangka panjang, agar tidak membebani APBD. Seperti proyek MRT tahap I, pendanaan berdasarkan pinjaman dengan jangka waktu selama 30 tahun dan 10 tahun grace period (masa tidak bayar bunga).

Sekadar diketahui, rute Balaraja –Cikarang merupakan jalur yang sudah dikaji lebih lanjut dan pemerintah pusat tidak akan memilih jalur yang dianggap tidak memiliki potensi jumlah penumpang yang tinggi. Karena itu, Pemprov DKI berencana menjadikan stasiun-stasiun di jalur MRT rute Balaraja-Cikarang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, selain fungsi utamanya sebagai prasarana transportasi kota.

Guna mendukung rencana itu, Pemprov DKI akan mengintegrasikan stasiun MRT dengan stasiun transportasi massal lain seperti busway dan kereta api dalam kota. Hal itu dilakukan berkaitan dengan rencana menyinergikan sistem tiket transportasi massal di ibukota.

Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tribudi Rahardjo, menandaskan salah satu stasiun yang diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru itu yaitu stasiun perlintasan yang menghubungkan tiga rute MRT. Namun hingga saat ini, stasiun perlintasan yang menghubungkan antara rute tahap III dengan rute MRT Tahap I dan II belum bisa ditentukan. “Tapi direncanakan titik pertemuan itu akan berada di antara Stasiun Harmoni sampai Stasiun Glodok,” kata Tribudi.

Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Tundjung Inderawan, memperkirakan nilai investasi biaya pembangunan MRT tahap ketiga Rp 33 triliun. Angka tersebut dihitung pada rata-rata yang mencapai US$40,6 juta per kilometer setara Rp 381 miliar. “Itu berdasarkan rekomendasi dari Japan International Cooperation Agency (JICA),” kata Tundjung.

Ia juga mengatakan, alternatif jalur MRT yang membentang dari barat ke arah timur Jakarta tersebut melalui rute Balaraja-Tangerang-Duri-Grogol-antara Mangga Besar dan Sawah Besar-Kemayoran-Kelapa Gading-Cikarang. Rute MRT itu terdiri atas lintasan jalur di atas permukaan tanah (elevated) sepanjang 58,2 kilometer, jalur di bawah tanah (underground) 12,6 kilometer, serta jalur existing atau at grade sepanjang 16,5 kilometer dengan jumlah stasiun sebanyak 46 unit.

Jalur elevated sendiri meliputi Balaraja-Tangerang (17,6 km) dan Kelapa Gading-Cikarang (40,6 km), jalur bawah tanah Grogol-Kelapa Gading (12,6 km), dan jalur at grade Tangerang-Duri sepanjang 16,5 km. Pemerintah Jepang kemungkinan besar akan mendanai proyek MRT tahap ketiga rute Balaraja-Cikarang, tentunya setelah proses studi kelayakan yang dilakukan JICA selesai pada akhir tahun ini.

Selanjutnya Tundjung mengungkapkan, JICA telah menyelesaikan studi kelayakan proyek MRT tahap kedua rute Dukuh Atas-Stasiun Kota sepanjang 7,4 km dengan lintasan di bawah tanah. Menurut rencana, pada jalur MRT tahap kedua itu akan dibangun sembilan unit stasiun di bawah tanah. Biaya pembangunannya sendiri ditaksir US$81,6 juta hingga US$131,9 juta per kilometer, setara Rp 767 miliar- Rp 1,24 triliun.

Biaya proyek MRT tahap pertama sendiri bersumber dari JICA Rp 8,36 triliun, pemerintah pusat Rp 1,25 triliun, dan APBD DKI Rp 0,65 triliun. Pinjaman JICA yang bertenor 30 tahun dengan masa tenggang 10 tahun akan ditanggung DKI Rp 4,8 triliun dan sisanya oleh pusat. Setelah masa tenggang, kewajiban menutup pembiayaan proyek Rp 651 miliar, APBD DKI akan tergerus Rp 184 miliar setiap tahun.

Dari plafon pinjaman tersebut, pencairannya baru mencapai Rp 5,5 triliun yang terbagi atas dua tahap. Saat ini, sudah terdapat tiga kontraktor Jepang yang mengincar proyek tersebut, yaitu Sumitomo Corp, Marubeni Corp, dan Itochu Corp. Tender konstruksinya baru akan digelar tahun depan. “Kementerian Perhubungan akan memprioritaskan program pembangunan MRT jalur Dukuh Atas-Kota,” tegasnya. (red/*bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails