Kesepakatan itu diambil setelah Pemprov DKI Jakarta berkomitmen akan membantu proses pemindahan tersebut. Bahkan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, menjanjikan tiga hal kepada yayasan dan mahasiswa SETIA, yakni akan meminjamkan genset untuk menghidupkan listrik dan pompa air di gedung eks kantor Walikota Jakbar selama satu bulan penuh, sementara pemenuhan bahan bakar minyak (BBM) genset ditanggung sepenuhnya oleh yayasan.
Kemudian akan menjadi mediator ke kwatir Nasional (Kwarnas) selaku pengelola Buperta untuk meminta keringanan perhitungan utang SETIA selama satu tahun empat bulan menginap di sana yaitu, sebesar Rp2,7 miliar. Lalu, dia akan menghadap ke Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo untuk menanyakan, apakah bisa membantu utang SETIA kepada Buperta Cibubur.
“Untuk genset saya minta Bakesbang segera menghubungi dinas terkait, kalau bisa segera dikirimkan malam ini. Sedangkan untuk permohonan ke Gubernur DKI, bisa ada tiga opsi yang akan terjadi, yaitu gubernur menjawab iya atau tidak, serta menyatakan pembayaran dibagi dua antara Pemprov DKI dan yayasan,” kata Prijanto saat pertemuan dengan pihak Yayasan SETIA, mahasiswa SETIA, dan Dirjen Bimas Kristen Protestan Departemen Agama, di Balaikota DKI, Jakarta, Rabu (4/11).
Sebenarnya, lanjut Prijanto, Pemprov DKI Jakarta telah memberikan tempat penampungan sementara di eks kantor Sudin Transmigrasi Jakarta Utara, namun ditolak oleh yayasan dan mahasiswa, karena melihat tempat tersebut tidak layak huni. Padahal, kalau SETIA setuju direlokasi ke sana, Pemprov DKI akan menganggarkan Rp350 juta untuk rehabilitasi gedung tersebut.
“Tempat itu pasti diperbaiki. Saya tidak mau memberikan yang tidak baik bagi mahasiswa. Saya akan tegur keras pihak manapun kalau mahasiswa diberikan tempat seperti kandang ayam. Anggaran Rp359 juta akan kita siapkan untuk memperbaikinya,” ujarnya.
Menurutnya, kalaupun ada pihak yang mengatakan masalah ini berlarut karena tidak ada solusi, Prijanto membantah hal itu. Karena Pemprov DKI sudah maksimal membantu mencari jalan keluar yang terbaik demi keselamatan mahasiswa SETIA sebagai generasi penerus bangsa. Terlihat dari inisiasi Pemprov DKI melobi pemilik Lippo Group, James Riyadi, untuk memberikan tanah dengan harga murah di Lippo Cikarang, dalam pertemuan antara Yayasan SETIA, Pemprov DKI, dan pihak Lippo Group November 2008 lalu.
Dia menceritakan, dari kerusuhan antara SETIA dengan warga Kampungpulo, Jakarta Timur pada 25-27 Juli 2008, mengakibatkan delapan mahasiswa, delapan warga dan lima polisi luka ringan. Kemudian pihak kampus minta mengevakuasi 1.100 mahasiswa kepada aparat polisi, kemudian Pemprov DKI berinisiatif memberikan penampungan yaitu eks kantor Walikota Jakarta Barat untuk 430 orang, gedung Departemen Transmigrasi Transito untuk 290 orang, dan sisanya 380 orang di Buperta di Cibubur.
Namun, karena perjanjian Pemprov DKI dengan Buperta yaitu bersedia membantu pembayaran keperluan SETIA mulai 6 Agustus-15 Oktober 2008 sebesar Rp654 juta, maka selebihnya biaya air, listrik, dan sewa lahan ditanggung SETIA sehingga mengakibatkan utang sebesar Rp2,7 miliar.
Tidak berhenti sampai di situ, untuk menemukan tempat yang layak bagi mahasiswa, telah dilakukan pertemuan hingga 21 kali dengan berbagai pihak. Hasilnya, mendorong yayasan segera menentukan lokasi baru dan asetnya di Kampungpulo diganti Pemprov DKI. Sementara untuk tuntutan mahasiswa dan yayasan untuk kembali ke kampus lama, tidak dapat dilakukan, karena warga sudah menolak kehadiran mahasiswa. Akhirnya, pihak yayasan setuju pindah ke Lippo Cikarang.
Kesimpulannya, terang Prijanto, semua pihak mendorong agar yayasan SETIA segera membuat rencana pembangunan kampus yang sesuai aturan dan menentukan lokasi penampungan mahasiswa sebelumn kampus baru terbangun. Selanjutnya, segera melaksanakan pelepasan tanah dan bangunan yang berstatus milik SETIA kepada Pemprov DKI. Untuk pembelian lahan dan bangunan kampus, Pemprov DKI sudah menganggarkan Rp10 miliar dari APBD 2009.
Sementara itu, pengacara Yayasan SETIA, Ronald Simanjuntak menerangkan, pihak yayasan dan kampus tidak mendesak harus kembali ke Kampungpulo. Tetapi, karena selama ini tidak ada solusi tempat penampungan tetap, maka mereka meminta untuk kembali saja ke kampus lama. “Dari pada kami bolak-balik keluar masuk gedung, mending kami balik ke rumah kami sendiri saja, sambil menunggu gedung kampus baru di Lippo Cikarang selesai dibangun,” kata Ronald.
Ronald menerangkan, yayasan telah membeli tanah di Lippo Cikarang dan membutuhkan waktu dua tahun untuk pembangunan gedung kampus dan asrama. Namun, setelah mendapatkan penjelasan dari Wakil Gubernur mengenai tidak mungkinnya kembali ke Kampung Pulo, maka Ronald bersama pihak yayasan dan mahasiswa SETIA sepakat pindah ke Buperta Cibubur selama dua tahun.
Namun dia meminta agar Pemprov DKI mau meminta Yayasan Saweri Gading memberikan waktu satu bulan untuk proses pemindahan. Dia memastikan paling cepat Desember 2009, mahasiswa akan pindah dari gedung tersebut. Pihaknya akan menanggung kontrak sewa lahan, pembangunan tenda serta biaya air dan listrik. Kendati demikian, dia meminta bantuan dari Pemprov DKI untuk mencari jalan keluar penyelesaian utang SETIA kepada Buperta Cibubur sebesar Rp2,7 miliar. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar