Rabu, Agustus 05, 2009

Pemprov DKI Kurangi Kepadatan Rusun

JAKARTA, MP - Pemprov DKI Jakarta akan mengurangi kepadatan rumah susun (rusun) dengan memperkecil nilai Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dari 6 menjadi 2,5 hingga 4.

Penurunan nilai KLB yang merupakan angka perbandingan jumlah luas lantai seluruh bangunan terhadap luas tanah itu dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No.27/2009 tentang Pembangunan Rumah Susun Sederhana yang menghapus Pergub No.136/2007.

Pakar tata kota Universitas Indonesia Gunawan Tjahjono menyebut penurunan koefisien itu merupakan langkah bijaksana karena rusun memang harus manusiawi bagi penghuninya.

"Rusuna (rumah susun sederhana) mesti memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan serta kesehatan. Karena itu, bangunan rusun tidak boleh terlalu padat. Hal ini untuk memberikan ruang gerak bagi penghuni rusuna," paparnya dalam Workshop tentang rusunawa yang digelar di Balaikota Jakarta.

Gunawan mengatakan, pembangunan rusun juga harus memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan dimana kehadiran rusun jangan membuat kerawanan sosial makin tinggi, dan menciptakan lingkungan tidak sehat.

"Daerah rusun biasanya tingkat kriminalitasnya tinggi. Selain itu, juga tidak sehat, karena sirkulasi udaranya pasti buruk," ujarnya.

Namun Pergub yang ditetapkan pada 10 Maret 2009 itu tidak berlaku surut sehingga perizinan rusun yang masih dalam proses tetap berpedoman pada Pergub No.136/2007.

Hal tersebut tercantum di pasal 11 di mana ayat (b) hanya mewajibkan perizinan rusun yang baru dimohonkan yang mengacu ke aturan baru tersebut.

Pergub tersebut juga mengatur persyaratan lain seperti sarana dan prasarana wajib, yakni rencana jalan paling sedikit 12 meter dan lebar badan jalan eksisting paling sedikit delapan meter.

Kemudian, saluran air dengan sistem drainase yang baik, adanya jalur angkutan umum menuju lokasi serta terjangkau pelayanan jaringan utilitas kota.

Sementara untuk fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum), pengembang diwajibkan untuk menyediakan paling sedikit 50 persen dari standar seperti diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) No.6/1999.

Dalam Pasal 3 tentang Persyaratan dan Jenis Peruntukan, pengembang juga diwajibkan menyediakan ruang terbuka yang besarannya dua meter persegi per jiwa yang berada di halaman dan atau bangunan yang tidak boleh difungsikan untuk kegiatan lain.

Ruang terbuka itu adalah untuk ruang gerak pribadi dan sekaligus berfungsi sebagai ruang terbuka untuk evakuasi bencana.

Sosiolog Paulus Wirotomo mengatakan, rusun yang layak adalah memiliki ruang publik yang memadai seperti sarana olahraga.

"Kalau rusuna punya lapangan badminton bisa muncul keguyuban diantara mereka. Singkatnya, terjadi kehidupan yang harmonis dalam lingkungan itu," ujarnya.

Paulus juga mengingatkan, bahwa rusuna merupakan pola hidup baru bagi warga Jakarta yang terbiasa dengan pola horisontal.

Ia menyebut penting untuk dilakukan sosialisasi dan pembiasaan, supaya rusuna sebagai metode mengatasi permasalahan justru menjadi masalah baru. "Ini menjadi peran penting pemprov untuk menyosialisasikannya," katanya.

Sementara itu, ahli pemerintahan Made Swandi menyatakan, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan rumah yang layak bagi warganya.

Namun ia menyebut pembiayaan memang menjadi masalah pelik sehingga perlu campur tangan dari pemerintah pusat dalam hal ini kementerian perumahan rakyat.

"Menpera harus bisa memetakan siapa saja warga yang berhak untuk mendapatkan subsidi. Dengan begitu, pembangunan rusuna bisa berjalan dan jatuh ke warga yang tepat," ujarnya. (red/*a)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails