Minggu, Maret 07, 2010

Instalasi Pengolahan Air Limbah Terpadu akan Dibangun di Jakarta

JAKARTA, MP - Pengolahan air limbah secara terpadu di DKI Jakarta, telah terhenti sejak ada pembangunan gedung IPAL Setiabudi sebagai proyek percontohan pada tahun 1991 silam. Akibatnya, pengolahan limbah hanya mencakup air limbah di kawasan Setiabudi dan sekitarnya. Tentunya hal itu sangat tidak berarti mengingat Jakarta begitu luascakupannya.

Terkait hal tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melanjutkan penanganan dan pengolahan air limbah terpadu di Jakarta melalui metode zona. Rencananya akan ada lima zona pengolahan air limbah terpadu yang akan melayani pembuangan limbah dari 700 ribu jiwa warga Jakarta. Salah satunya adalah zona sentral yang akan dibangun Pemprov DKI bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum. Nilai proyeknya mencapai Rp 3,8 trilliun yang berasal dari pemerintah pusat sebesar Rp 3,1 triliun dan dari APBD DKI Jakarta sebesar Rp 700 miliar.

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo menerangkan, tuntutan penanganan air limbah domestik di kota metropolitan ini sudah tidak bisa ditawar lagi. Pemprov DKI Jakarta bersama Departemen Pekerjaan Umum membahas bagaimana mengembangkan sistem penanganan air limbah terpadu di Jakarta. Dari kajian bersama itu, sampai ke satu kesimpulan yaitu akan mengembangkan suatu sistem pengolahan air limbah terpadu yang dibagi atas lima zona.

Dari lima zona yang akan dibangun ini, zona sentral akan menjadi prioritas utama karena untuk mengembangkan IPAL Setiabudi. Di zona sentral ini akan dibangun pipa penyalur air limbah berdiameter 1,8 meter di sepanjang kawasan Setiabudi dan jalan-jalan di Jakarta Pusat, menuju ke Gajah Mada -Hayam Wuruk lalu terpusat ke pluit.

“IPAL Setiabudi akan tetap difungsikan,” ujar gubernur usai paparan Bappeda tentang Rencana Pengembangan sistem Pengelolaan Air Limbah DKI Jakarta, di balaikota.

Belajar dari pengalaman pengelolaan IPAL Setiabudi, Pemprov DKI dan Departemen Pekerjaan Umum akan membangun instalansi pengolahan air limbah terpadu (IPALT) di kawasan utara. Artinya, seluruh pipa penyalur air limbah di lima zona tersebut akan mengalirkan air limbah ke lokasi IPALT. Saat ini masih ada dua alternatif lokasi yang akan dibangun IPALT yaitu sekitar pinggiran Waduk Pluit dan Muara Angke. “Kita belum bisa pastikan mana yang akan dipilih, masih dikaji dulu lokasi mana yang tepat dan bagus,” tandasnya.

Namun yang pasti, dari lima zona yang akan digarap, kawasan Setiabudi ini akan menjadi kawasan yang diprioritaskan. Sedangkan zona lainnya yang akan dibangun yakni zona barat laut, akan ditanam pipa penyalur air limbah di sepanjang kawasan Mangga Besar, Gunung Sahari, Pademangan sampai Sunter dan berakhir di IPALT. Kemudian zona barat daya di sepanjang kawasan Palmerah, Slipi dan Kebon Jeruk, juga berakhir di IPALT.

Ia juga menyebutkan, proyek ini merupakan lanjutan dari masterplan pengolahan air limbah yang diajukan pada tahun 1991 bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Saat itu, kegiatan pengolahan limbah terhenti pada pembangunan pilot project pusat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Setiabudi yang mengelola produksi air limbah di Setiabudi dan sekitarnya.

“Untuk saat ini instalasi di sana sama sekali tidak memenuhi kebutuhan penanganan air limbah di Jakarta. karenanya kami sepakat bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk membangun sistem pengolahan limbah yang lebih meluas,” ujarnya.

Dalam tahap pertama, DKI dan pemerintah pusat akan membuat masterplan yang akan dirancang dalam periode 2010-2011. Selanjutnya, pada 2020 diharapkan sistem ini bisa mengelola sekitar 10 persen dari air limbah yang diproduksi oleh limbah domestik warga Jakarta. Pemprov sendiri menargetkan pada 2030 air limbah di Jakarta sebesar 30 persennya bisa diolah dengan sistem pengolahan limbah yang diterapkan di lima zona itu.

Deputi Tata Ruang DKI Jakarta, Ahmad Haryadi mengatakan, sistem pengolahan limbah di lima zona itu, akan dapat mengelola air limbah yang diproduksi oleh sekitar 700.000 jiwa warga Jakarta. sasaran utamanya yakni limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, industri perkotaan, mal dan hotel yang dilalui oleh pipa pengolahan limbah nantinya.

Dari limbah yang dialirkan melalui pipa yang ditanam, akan dialirkan ke dua opsi pusat instalasi yakni di Muara Angke dan di Pluit untuk diolah. Selanjutnya, air hasil olahan yang sudah mencapai kadar baku mutu itu, baru bisa dibuang ke badan air seperti sungai dan waduk yang ada di sekitar pusat instalasi.

Jika memungkinkan, Pemprov DKI juga akan dapat mengolah air baku mutu itu menjadi air bersih yang bisa digunakan untuk kebutuhan warga sehari-hari. “Tapi saat ini fokus kami adalah pengolahan untuk mencapai air baku mutu, sedangkan untuk menjadi air bersih itu akan dipikirkan selanjutnya,” ujarnya.

Untuk biaya, walaupun sebagian besar pendanaan pembangunan proyek berasal dari hibah dari pemerintah pusat, namun biaya pengelolaan dan pemeliharaan akan dibebankan pada pemprov DKI. (red/*bj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails